Kamis, 07 November 2019

Pengukuran Keseimbangan FT

RESUME
PENGUKURAN  KESEIMBANGAN

Definisi Keseimbangan
Keseimbangan adalah kemampuan untuk mempertahankan kesetimbangan tubuh ketika ditempatkan diberbagai posisi
Keseimbangan melibatkan berbagai gerakan di setiap segmentubuh dengan di dukung oleh sistem muskuloskleletal dan bidang tumpu

Jenis keseimbangan
Keseimbangan statis : Kemampuan tubuh untuk menjaga kesetimbangan pada posisi tetap (sewaktu berdiri dengan satu kaki, berdiri diatas papan keseimbangan).
Keseimbangan dinamis: Adalah kemampuan untuk mempertahankan kesetimbangan ketika bergerak. Keseimbangan dinamis adalah pemeliharaan pada tubuh melakukan gerakan atau saat berdiri pada landasan yang bergerak (dynamic standing) yang akan menempatkan ke dalam kondisi yang tidak stabil.
Fisiologi Keseimbangan
Kemampuan tubuh untuk mempertahankan keseimbangandan kestabilan postur oleh aktivitas motorik tidak dapatdipisahkan dari faktor lingkungan dan sistem regulasi yang berperan dalam pembentukan keseimbangan.  Keseimbangan statis : Kemampuan tubuh untuk menjaga kesetimbangan pada posisi tetap (sewaktu berdiri dengan satu kaki, berdiri diatas papan keseimbangan).
Tujuan mempertahankan keseimbangan untuk menyanggah tubuh melawan gravitasi dan faktor eksternal lain untuk mempertahankan pusat massa tubuh agar seimbang dengan bidang tumpu serta menstabilisasi bagian tubuh lain untuk bergerak.
Komponen Pengontrol Kesimbangan
Sistem informasi sensoris
1) Sistem vestibular
2) Somatosensoris
3) Visual
Kekuatan otot
Respon otot-otot postural yang sinergis (Postural muscles response synergies).
Adaptive systems
LGS
Alat ukur
Sitting Ballance Test
Step Test
Fungctional reach test (FR)
Time up and go test
Pastor’s test(marsdens test)

Sitting Ballance Test
Prosedur
- Pasien duduk dikursi, kaki menapak lantai
- Posisi terapis disamping pasien
- Terapis memberi dorongan kedepan belakang dan samping
Nilai
Nilai 4: mampu kembali keposisi semula dengan maksimal
Nilai 3: mampu kembali keposisi semula dengan minimal atau kembalinya lambat
Nilai 2: mampu kembali keposisi semula dengan bantuan tangan terapis atau kembali keposisi lama
Nilai 1: setelah dimiringkan jatuh

Step Test
Tipe pengukuran: pengukuran kecepatan saat gerak dinamis naik turun satu trap dengan satu kaki
Alat: Stopwach, blok setinggi 7,55 cm
Skor: usia 73 tahun rata rata 17 kali/detik
Prosedur
Pasien berdiri tegak tidak tersangga, sepatu dilepas kaki sejajar jarak 5cm dibelakang blok
Fisioterapis berdiri disalah satu sisi pasien dengan satu kaki diletakkan diatas blok dan kaki menyangga berat badan
Pasien disuruh untuk memilih kaki yang paling kuat
Pasien diintruksikan untuk harus menapakkan kaki dengan sempurna dan kembali ke tempat semula dengan sempurna serta cepat
Tes dimulai apabila pasien sudah siap dan stopwatch dihidupkan . jumlah step dihitung 1 kali jika pasien menapak pada blok dan kembali ke tempat semula
Tes diakhiri saat stopwatch menunjukkan waktu 15 detik dengan aba aba stop dicatat jumlah step .
Adapun keungulan dan kelemahan step test salah satunya adalah kurang sensitif untuk menilai penyebab gangguan keseimbangan pada penerita parkinson tetapi dapat dilakukan dengan cepat sederhana serta peralatn minimal.

Functional reach test(FR)
Tipe pengukuran: mengukur kemampuan dalam  “meraih” (“reach”) dari posisi berdiri tegak
Alat yang diperlukan: Penanda dan penggaris.
Waktu tes: 15 detik.
Prosedur tes
Posisi pasien berdiri tegak rileks dengan sisi yang sehat dekat dengan dinding; kedua kaki renggang (10 cm). Pasien mengangkat lengan sisi yang sehat (fleksi 90o). Fisioterapis menandai pada dinding sejajar ujung jari tangan pasien.
Pasien diberikan instruksi untuk meraih sejauh-jauhnya (dengan membungkukkan badan) dan ditandai lagi pada dinding sejajar dimana ujung jari pasien mampu meraih. Kemudian diukur jarak dari penandaan pertama ke penandaan yang kedua.
Skor normal
Umur 20-24; laki-laki 42 cm dan wanita 37 cm
Umur 25-40; laki-laki 40 cm dan wanita 36 cm
Umur 41-69; laki-laki 38 cm dan wanita 35 cm
Umur 70-87; laki-laki 33 cm dan wanita 27 cm
Adapun keunggulan dan kelemahan yaitu tes bersifat sederhana dilakukan dengan cepat dan tidak terlalu membutuhkan peralatan minimal serta kurang sensitif untuk menilai gangguan keseimbangan ringan sedang


Time up and go test(TUGT)
Tipe pengukuran: untuk menilai mobilitas seseorang dan membutuhkan keseimbangan statis dan dinamis. Ia menggunakan waktu yang dibutuhkan seseorang untuk bangkit dari kursi, berjalan tiga meter,berbalik, berjalan kembali ke kursi, dan duduk.
Prosedur
Posisi pasien duduk bersandar pada kusi dengan lengan berada pada penyangga kursi dan mengenakan alas kaki yang biasa dipakai saat terapis memberi aba aba mulai pasien berdiri dari kursi boleh dengan tangan untuk mendorong jika pasien menghendaki
Pasien kemudian berjalan sesuai dengan kemampuan menempuh jarak 3 meter menuju dinding kemudian berbalik tanpa menyentuh dinding dan jalan kembali menuju kursi dan sesampainya didepan kursi pasien berbalik dan kembali bersandar waktu dihitung sejak aba aba mulai hingga pasien duduk bersandar kembali
Pasien dilarang untuk mencoba terlebih dahulu stopwatch mulai menghitung setelah pemberian aba aba mulai dan berhenti menghitung saat pasien kembali pada posisi awal atau duduk bersandar 
Nilai normal pada lansia
Umur 60-69 tahun Laki-laki
-nilai rata rata 8 detik
- nilai normal 4-12 detik
Umur 60-69 Perempuan
- nilai rata-rata 8 detik
-nilai normal 4-12 detik
Jika skor < 14 detik; 87% tidak ada resiko tinggi untuk jatuh
Jika skor ≥ 14 detik; 87% resiko tinggi untuk jatuh

Nilai
Bila kurang dari 10 detik maka dikatakan normal
Kurang 20 datik maka dikatakan baik dapat jalan sendiri tanpa bantuan
Lebih 30 detik maka dikatakan memiliki problem dalam berjalan dan membutuhkan bantuan
Sedangkan subjek lebih lama 40 detik harus mendapat pengawasan yang optimal karena resiko jatuh



Pastor’s test(marsdens test)
Tipe pengukuran :pengukuran kemampuan untuk mempertahankan posisi terhadap gangguan dari luar.
Waktu tes:10 detik.
Prosedur tes
Fisioterapis berdiri di belakang pasien dan memberikan tarikan secara mengejut pada bahu pasien ke belakang. Pasien yang kedua matanya tetap terbuka selama tes diinstruksikan untuk bereaksi melawan tarikan tersebut untuk mecegah agar tidak jatuh ke belakang. Respon pasien tersebut dinilai dengan skala seperti di bawah ini :
Nilai 0 : Tetap berdiri tegak tanpa melangkah ke belakang.
Nilai 1 : Berdiri tegak dengan mengambil satu langkah ke belakang untuk mempertahankan stabilitas.
Nilai 2 : Mengambil dua  atau lebih langkah ke belakang tetapi mampu meraih keseimbangan lagi.
Nilai 3  beberapa langkah ke belakang tetapi tak mampu meraih keseimbangan lagi dan memerlukan bantuan terapis untuk membantu meraih keseimbangan.
Nilai 4 :Jatuh ke belakang tanpa mencoba mengambil langkah ke belakang
Skor normal: 0-1
Adapun keunggulan dan kelemahan pastors test ini yaitu dapat dilakukan dengan cepat dan sederhana serta adanya kesulitan dalam menstandarisasi gangguan dari luar



Elsa Erlyna (E2018023) 
Diploma IV FISIOTERAPI

Rabu, 06 November 2019

Resume materi nyeri dan antropometri



Ahmad said agung jatmiko
E2018003
Stikes Aisyiyah Surakarta
TAHUN AJARAN 2019

             Nyeri adalah aktivitas sensorik dan emosional sebagai manifestasi dari proses patologis pada tubuh yang kemudian memengaruhi saraf sensorik dan merusak jaringan. Reaksi ini lantas menimbulkan rasa tidak nyaman, distres, bahkan derita.
Jenis nyeri: nyeri nosiseptik, nyeri neurogenik, nyeri psikogenik
Penyebab nyeri: nyeri onkogolik, nyeri non-onkogolik
Komplikasi nyeri: nyeri akut, nyeri kronik
Derajat nyeri: nyeri ringan, nyeri sedang, nyeri berat
Jenis-Jenis Skala Nyeri
Skala nyeri secara umum digambarkan dalam bentuk nilai angka, yakni 1-10. Berikut adalah jenis skala nyeri berdasarkan nilai angka yang perlu Anda ketahui.

Skala 0, tidak nyeri
Skala 1, nyeri sangat ringan
Skala 2, nyeri ringan. Ada sensasi seperti dicubit, namun tidak begitu sakit
Skala 3, nyeri sudah mulai terasa, namun masih bisa ditoleransi
Skala 4, nyeri cukup mengganggu (contoh: nyeri sakit gigi)
Skala 5, nyeri benar-benar mengganggu dan tidak bisa didiamkan dalam waktu lama
Skala 6, nyeri sudah sampai tahap mengganggu indera, terutama indera penglihatan
Skala 7, nyeri sudah membuat Anda tidak bisa melakukan aktivitas
Skala 8, nyeri mengakibatkan Anda tidak bisa berpikir jernih, bahkan terjadi perubahan perilaku
Skala 9, nyeri mengakibatkan Anda menjerit-jerit dan menginginkan cara apapun untuk menyembuhkan nyeri
Skala 10, nyeri berada di tahap yang paling parah dan bisa menyebabkan Anda tak sadarkan diri
 1. Visual Analog Scale
            Visual Analog Scale (VAS) adalah cara menghitung skala nyeri yang paling banyak digunakan oleh praktisi medis. VAS merupakan skala linier yang akan memvisualisasikan gradasi tingkatan nyeri yang diderita oleh pasien.
Pada metode VAS, visualisasinya berupa rentang garis sepanjang kurang lebih 10 cm, di mana pada ujung garis kiri tidak mengindikasikan nyeri, sementara ujung satunya lagi mengindikasikan rasa nyeri terparah yang mungkin terjadi. Selain dua indicator tersebut, VAS bisa diisi dengan indikator redanya rasa nyeri.

VAS adalah prosedur penghitungan skala nyeri yang mudah untuk digunakan. Namun, VAS tidak disarankan untuk menganalisis efek nyeri pada pasien yang baru mengalami pembedahan. Ini karena VAS membutuhkan koordinasi visual, motorik, dan konsentrasi.

Berikut adalah visualisasi VAS:








2.Verbal Rating Scale (VRS)
                Verbal Scale (VRS) hampir sama dengan VAS, hanya, pernyataan verbal dari rasa nyeri yang dialami oleh pasien ini jadi lebih spesifik. VRS lebih sesuai jika digunakan pada pasien pasca operasi bedah karena prosedurnya yang tidak begitu bergantung pada koordinasi motorik dan visual.
3.Numeric Rating Scale (NRS)
               Kalau tadi penghitungan skala nyeri didasari pada pernyataan, maka metode Numeric Rating Scale (NRS) ini didasari pada skala angka 1-10 untuk menggambarkan kualitas nyeri yang dirasakan pasien. NRS diklaim lebih mudah dipahami, lebih sensitif terhadap jenis kelamin, etnis, hingga dosis. NRS juga lebih efektif untuk mendeteksi penyebab nyeri akut ketimbang VAS dan VRS.
4.Wong-Baker Pain Rating Scale
                Wong-Baker Pain Rating Scale adalah metode penghitungan skala nyeri yang diciptakan dan dikembangkan oleh Donna Wong dan Connie Baker. Cara mendeteksi skala nyeri dengan metode ini yaitu dengan melihat ekspresi wajah yang sudah dikelompokkan ke dalam beberapa tingkatan rasa nyeri.

5.McGill Pain Questinonnaire (MPQ)
              Metode penghitungan skala nyeri selanjutnya adalah McGill Pain Questinnaire (MPQ). MPQ adalah cara mengetahui skala nyeri yang diperkenalkan oleh Torgerson dan Melzack dari Universitas Mcgill pada tahun 1971. Sesuai dengan namanya, prosedur MPQ berupa pemberian kuesioner kepada pasien. Kuesioner tersebut berisikan kategori atau kelompok rasa tidak nyaman yang diderita.
6.Oswetry Disability Index (ODI)
            Diperkenalkan pertama kali pada tahun 1980 oleh Jeremy Fairbank, Oswetry Disability Index (ODI) adalah metode deteksi skala nyeri yang bertujuan untuk mengukut derajat kecacatan, pun indeks kualitas hidup dari pasien penderita nyeri, khususnya nyeri pinggang.
7. Brief Pain Inventory (BPI)
               Awalnya, metode ini digunakan untuk menghitung skala nyeri yang dirasakan oleh penderita kanker. Namun. Saat ini BPI juga digunakan untuk menilai derajat nyeri pada penderita nyeri kronik.
8. Memorial Pain Assessment Card
             Cara mengukur skala nyeri dengan metode Memorial Pain Assessment Card ini dinilai cukup efektif, terutama untuk pasien penderita nyeri kronik. Dalam penerapannya, MPAC akan berfokus pada empat indicator, yakni intensitas nyeri, deskripsi nyeri, pengurangan nyeri, dan mood.







                 Antropometri adalah pengukuran pada diri pasien / klien tentang dimensi, komposisi dan / atau pembangkakan tubuh, termasuk: berat badan, tinggi badan, lingkar tubuh, panjang anggota, tebal lemak, indeks masa tubuh, oedem.
Data yang diperoleh:
Dimensi tubuh: berat, tinggi, panjang, lingkar tubuh.
Komposisi: tebal lemak, indeks masa tubuh.
Pembengkakan: lingkar, volume, palpasi.
Peralatan yang digunakan:
Bed pemeriksaaan / tindakan.
Timbangan badan.
Meteran gulung.
Penggaris dengan skala milimeter, sentimeter dan inchi.
Lipatan kulit.
Alat tulis

Prosedur / Rincian aktifitas:
Jenis alat ukur:
Berat badan: timbangan injak, dacin.
Tinggi badan: mikrotoise.
Lingkar tubuh: pita lila, meteran gulung.
Panjang anggota: meteran gulung.
Tebal lemak: folder kulit.
Indeks masa tubuh: tabel.
Cara mengukur:
Berat badan dengan: Timbangan injak:
Letakk an timbangan injak di lantai yang datar.
Pakaian seminim mungkin, sepatu dan barang-barang yang menambah beban dilepaskan.
Berdiri tegap pada timbangan injak.
Lihat angka yang tertera pada skala timbangan injak.
Catat hasil dalam kilogram (kg).
Untuk anak-anak yang belum kooperatif bisa ditandem / gendong oleh pengasuh, hasilnya berat tandem manfaat berat pengasuh pulang.
Dacin:
(1) Gatungkan dacin pada:
Dahan pohon.
Palang rumah, atau
Penyangga kaki tiga
(2) Periksalah apakah dacin sudah tergantung kuat.
(3) Sebelum dipakai letakan bandul geser pada angka nol. Batang dacinlukan dengan tali pengaman
(4) Pasanglah celana timbang, kotak timbang, atau sarung timbang yang kosong pada dacin. Ingat bandul geser pada angka nol.
5) Seimbang dacin yang sudah di bebani celana timbang, sarung timbang, atau kotak timbangan dengan cara memasukan pasir ke dalam kantong plastik.
(6) Anak ditimbang, dan seimbangkan dacin.
(7) Tentukan berat badan anak, dengan membaca angka di ujung bandul geser.
(8) Catat hasil penimbangan dalam kilogram (kg).
(9) Geserlah bandul ke angka 0 (nol), letakkan batang dacin di dalam tali pengaman, setelah itu bayi atau anak dapat diperoleh.





Tinggi badan dengan mikrotoise.
Tempelkan dengan paku microtoise pada dinding yang lurus datar setinggi tepat 2 meter. Angka 0 (nol) pada lantai yang datar rata.
Lepaskan sepatu atau sendal.
Berdiri tegap seperti sempurna siap di baris berbaris, kaki lurus, tumit, pantat, punggung, dan kepala bagian belakang harus menempel di dinding, dan maju menghadap lurus dengan pandangan ke depan.
Turunkan microtoise sampai rapat di kepala bagian atas, siku-siku harus lurus menempel di dinding.
Baca angka pada skala yang nampak pada lubang dalam transisi microtoise.
Catat angka tinggi badan dalam sentimeter.
 Lingkaran tubuh dengan meteran gulung

Yang dipertimbangkan termasuk:
Lengan atas
Lengan bawah.
Tangan
Tungkai atas
Tungkai bawah.
Cara Pengukuran:
Posisi pasien / klien nyaman dan stabil.
Tandai titik pada tonjolan tulang sebagai patokan.
Pengukuran diulang Pengukuran 3 (tiga) kali.
Membandingkan dengan sisi yang membalik.
Catat hasil dalam sentimeter.
Lingkar lengan atas, lokasi ukur dari akromion kedistal: 10, 20 dan 30 cm.
Lingkar lengan bawah, lokasi ukur dari epikondilus lateralis ke distal: 10, 20 dan 30 cm.
Lingkar tangan, lokasi mengukur titik tengah antara sendi dan ujung jari tengah.
Lingkar tungkai atas, lokasi ukur dari SIAS ke distal: 10, 20 dan 30 cm.
Lingkar tungkai bawah, lokasi ukur dari tuberositas tibiae ke distal: 10, 20 dan 30 cm.
Lingkar kaki, lokasi pengukuran titik tengan antara maleolus medialis ke ujung jempol kaki.
Lingkar panggul, lingkar panggul pada SIAS kanan dan kiri,

PENGUKURAN ROM


NAMA : RADHIKA HASNA FATINNIM : E2018051DIPLOMA DIV FISIOTERAPI 


ROM (Range Of Motion)


ROM (Range Of Motion) merupakan jumlah maksimum gerakan yang mungkin dilakukan sendi pada salah satu dari tiga potongan tubuh, yaitu sagital, transversal, dan frontal,dan  latihan fisik menggerakkan anggota badan dan anggota gerak secara teratur baik dibantu maupun secara mandiri yang berguna untuk melatih otot-otot yang mengalami kekakuan
Tujuan pengukuran ROM adalah :
1.      Mengetahui lingkup gerak satu sendi dibandingkan sendi lainnya. Misalnya antara sendi yang sakit dengan sendi yang normal
2.      Mengevaluasi keberhasilan intervensi atau pemberian terapi
3.      Mendokumentasikan kemajuan lingkup gerak suatu sendi
4.      Membantu meningkatkan motivasi pasien
5.      Dapat digunakan untuk penelitian
   Jenis Pengukuran ROM
1.      Metode pengukuran ROM
Metode dalam pengukuran ROM dapat dilakukan secara :
a.       Aktif ROM
Gerakan sendi yang sepenuhnya dikontrol oleh otot pada sendi yang bersangkutan sehingga dikenal dengan internal force ROM.
b.      Pasif ROM
Gerakan sendi yang sepenuhnya ditimbulkan oleh usaha dari luar dengan bantuan orang lain/fisioterapis, pengaruh gravitasi, dan atau alat tertentu, sehingga dinyatakan sebagai eksternal force ROM.
c.       Aktif-Assistif ROM
Perubahan ruang lingkup gerak sendi yang terjadi karena selain dikontrol oleh otot disekitar sendi juga dibantu dari luar/fisioterapis.
2.      Jenis Pengukuran ROM
a.       ZSP (zero starting position)
Posisi awal gerakan (sendi lurus) dikatakan sebagai 0 derajat bukan 180 derajat, berarti awal gerakan dimulai dan menjauhi tubuh ke arah mendekati tubuh.
Metode tersebut dikenal juga dengan sebutan ISOM (International Standard Orthopedic Measurement). Beberapa kekhususan metode pengukuran ROM dengan ISOM adalah :
1)      Cara penulisan yang disingkat : F 0 . 0 . 135° akhir gerakan ke arah mendekati tubuh (dibuat dalam 3 kategori angka numerik).
a)      Huruf F menunjukkan bidang gerak yaitu frontal
b)      Angka numerik 0 yang pertama menunjukkan angka hiperekstensi, contoh -15° adalah hiperekstensi elbow joint
c)      Angka numerik 0 yang kedua menunjukkan angka posisi netral elbow joint
d)      Angka numerik yang ketiga (misalnya 135°) menunjukkan full fleksi elbow joint.
2)      Makna dari penulisan
a)      Ada atau tidaknya hiperekstensi
b)      Ada atau tidaknya stiffness joint yang dinyatakan dalam derajat tertentu.
c)      Ada atau tidaknya posisi lingkup gerak sendi yang ada yang dinyatakan dalam derajat tertentu
3)      Makna dari cara pengukuran
Diukur berdasarkan derajat-derajat dari limitasi dan atau lingkup gerak sendi yang ada, sehingga pengukuran ZSP/ISOM tersebut praktis namun memiliki multi interpretasi.
b.      Metode pengukuran konvensional
Pengukuran ROM yang dimulai dan diakhiri sesuai dengan arah dan bidang gerak sendi. Misalnya dari arah fleksi elbow ke ekstensi dan atau arah ekstensi elbow ke fleksi, sehingga cara membacanya harus selalu dicantumkan arah gerakan sendi, misalnya arah gerakan dari ekstensi ke fleksi elbow atau dari fleksi ke ekstensi elbow. Pada metode pengukuran tersebut ditentukan lingkup ROM yang limitasi yang kemudian digabung dengan lingkup ROM yang tersedia serta tidak ditentukan bidang gerak sendi yang ada.
c.       Metode pengukuran lingkup multisendi
Metode pengukuran lingkup multisendi berdasarkan teori dari Djohan Aras. Metode pengukuran beberapa sendi yang dilakukan sekaligus secara bersamaan dengan menggunakan meteran untuk mengetahui seberapa besar perubahan lingkup sendi yang terjadi secara bersama-sama. Pada umumnya digunakan pada sekumpulan sendi yang posisinya saling berdekatan misalnya pada kolumna verttebralis, karena pada kolumna vertebralis sulit diukur lingkup sendinya pada setiap ruas sendi vertebra. Contoh pengukuran lingkup sendi fleksi pada regio lumbosakral.
3.      Hal-hal yang harus diperhatikan dalam pengukuran ROM
a.       Rehabilitas :
Hilangkan faktor penghambat seperti pakaian, variasi posisi, jam, dsb.
b.      Umur:
1). Pada umur 20-30 tahun terjadi perubahan ROM
2). ROM stabil pada usia >30-60 tahun dalam artian perubahan lingkup gerak sendi relatif stabil
3). Usia >60 tahun akan terjadi perubahan-perubahan berupa penurunan ROM karena faktor degeneratif.
c.       Jenis Kelamin:
Wanita cenderung lebih besar ROMnya dibandingkan pria
d.      Sisi dominan:
Normal gerak sendi tidak ada perbedaan kanan dan kiri
e.       Tipe gerakan:
Gerakan yang dilakukan apakah gerakan aktif, pasif, ataupun aktif-assistif
f.       Validitas alat ukur:
Alat ukur yang digunakan adalah goniometer yang sesuai dengan ciri sendi. Misalnya sendi yang besar menggunakan goniometer yang besar, dsb.
g.      Tingkat pengetahuan dan penguasaan fisioterapis
Melakukan pengukuran dengan cara menentukan titik ukur yang akurat, dan melakukan interpretasi berdasarkan parameter alat ukur ROM yang baku pada setiap sendi.
4.      Prinsip pengukuran ROM
a.       Positioning pasien
b.      Ketersediaan alat ukur (jenis-jenis goniometer) dan parameter
c.       Akurasi fisioterapis yang melakukan pengukuran
5.      Praktek melakukan pengukuran ROM
a.       Persiapan
1). Siapkan pasien dalam tanpa penghalang
2). Mempersiapkan alat/jenis-jenis goniometer
3). Mempersiapkan protap pengukuran ROM
b.      Pelaksanaan
1). Fisioterapis memposisikan pasien sedemikian rupa, mempersiapkan goniometer sesuai dengan sendi yang akan di ukur serta parameter pengukuran berdasarkan protap
2). Berkomunikasi kepada pasien tentang tujuan pengukuran
3). Fisioterapi menentukan titik fulcrum pada sendi yang akan diukur, tangkai fixator  pada goniometer diletakkan pada medial lain bagian sendi inmobile, sedangkan tungkai goniometer yang lainnya diposisikan pada medial line bagian sendi yang mobile, selain itu jika menggunakan meteran, maka pasien diposisikan berdiri pada posisi ekstensi mulai dari C0 ke S1 (dapat dimodifikasi) kemudian pasien dihiperfleksikan lalu fisioterapis membandingkan antara posisi terpendek pada hiperekstensi ke posisi terpanjang pada posisi hiperfleksi kolumna vertebralis. Parameter normal jika mencapai selisih 10 cm. Kurang dianggap hipo, dan lebih dianggap hiper. Sedangkan penggunaan inklinometer , yakni posisi pasien sedemikian rupa, lalu inklinometer diletakkan pada titik fulcrum yang telah ditentukan (posisi netral) kemudian pasien melakukan gerakan aktif atau pasif lalu diliat pada angka inklometer kemudian membandingkan dengan parameter yang ada untuk diinterpretasikan, kemuian dicatat.
4). Fisioterapis memberikan instruksi kepada pasien sesuai dengan jenis pengukuran ROM yang dikehendaki (misalnya gerakan aktif, pasif, atau aktif-asisstif) dan pada akhir lingkup gerak sendi fisioterapis membaca nilai yang tertera pada goniometer.
5). Fisioterapis menginterpretasikan nilai akhir pada ROM yang dicapai dengan membandingkan parameter pengukuran sendi yang tersedia, lalu didokumentasikan.
6.      ROM normal setiap regio

Pengukuran LGS Tiap Sudut Persendian Manusia
ROM Cervical spine (LGS Leher)
Fleksi = 0-80 derajat
Ekstensi = 0-50
Total Fleksi / ekstensi = 0-130
Lateral side Fleksi = 0-45
Rotasi masing masing sisi = 0-80

ROM Shoulder (LGS bahu)
Flexi = 0-165 derajat
Ext = 0-60
Abd = 0-170
Int. Rot abduksi = 0-70
Ekst. Rot abduksi = 0-100

ROM Elbow (LGS siku)
Flexi = 0-145
Ext = 0
Pronasi = 0-75
Supinasi = 0-80

ROM Wrist (LGS Pergelangan tangan)
Flexi = 0-75
Ext = 0-75
Radial Deviasi = 0-20
Ulnar Dev = 0-35
Pronasi = 0-75
Supinasi = 0-80

ROM Thumb (LGS Jempol tangan)
IP joint Flexi = 0-80
IP joint ext = 0-20
MP joint Flexi = 0-55
MP joint Ext, pasif =0-5

ROM Metacarpal (LGS Telapak Tangan)
Metacarpal Abduksi = 0-20
Metacarpal Flexi = 0-15

ROM Finger (LGS Jari - jari tangan)
MP joint Fleksi = 0-90
MP joint, pasif Hiper ekstensi= up to 45
Proximal IP joint, Flexi = 0-100
Distal IP joint, Flexi = 0-80

ROM Toraco lumbar spine (LGS Tulang Belakang)
Thoracic spine Flexi = 0-45
Lumbar spine Flexi = 0-60
Kombinasi lateral Flexi dan masing -masing sisi = 0-30
Thoracic spine rotasi masing - masing sisi = 0-40

ROM HIP (LGS Paha)
Flexi = 0-120
Ekstensi = 5-20
Abduksi= 0-40
Adduksi = 0-25
Int. Rot 90 Flexi = 0-45
Ext. Rot 90 Flexi = 0-45
Int. Rot ext = 0-35
External Rot ext = 0-45

ROM Knee (LGS Lutut)
Flexi =0-135+
Ext =0

ROM Ankle (LGS Tumit)
Dorso Flexi = 0-15
Plantar Flexi= 0-55

ROM Foot (LGS Kaki)
Inversi heel = 0-20
Eversi heel = 0-10
Total supinasi forefoot = 0-35
Total pronasi forefoot = 0-20

ROM Great Toe (LGS Jempol Kaki)
Flexi MP = 0-40
Ext MP = 0-65
Flexi IP = 0-60
Ext IP =0

End Feel
Pada pemeriksaan ROM pasif struktur unik pada tiap sendi dapat terasa, beberapa sendi ROM nya dibatasi oleh kapsul sendi, ada juga yang dibatasi oleh ligamen, batasan gerak normal yang lainnya adalah oleh ketegangan otot, benturan permukaan sendi dan jaringan lunak. Tipe setiap struktur yang membatasi ROM mempunyai karakteristik rasa, yang dapat terasa dengan pemeriksaan sendi pasif. Rasa yang bisa di rasakan oleh seseorang yang melakukan pemeriksaan pada akhir ROM pasif tersebut dinamakan end feel.




Pengukuran aerobik

Nama : Angga Adytia Risandi
Nim.    E2018011
                                                                          Tugas perbaikan nilai UTS
 Pengukuran Aerobik dan daya tahan
Daya tahan jantung paru paru
Adalah aktifitas kemampuan seseorang untuk melaksanakan gerak dengan seluruh tubuh nya dengan waktu yang cukup lama dan tempo sedang sampai cepat tanpa mengalami rasa sakit dan kelemahan berat nya
Ukur
an dari daya tahan jantung dan paru paru adalah VO2 max
VO2MAX adalah volume maksimal O2 yang di proses oleh tubuh manusia pada saat melakukan kegiatan insentif
Satuan VO2MAX adalah ml/kg/menit
VO2 max adalah nilai maksimum oksigen yang dapat di serap di distribusi dan dapat di serap. Tes Pengukuran Daya Tahan Kardiovaskuler

Tes Pengukuran Daya Tahan Kardiovaskuler – Bagaimana cara mengukur daya tahan kardiovaskuler? Sobat pembaca pertanyaan ini sering menjadi perbincangan di kalangan mahasiswa semester pertengahan. Daya Tahan Kardiovaskuler adalah kemampuan seseorang dalam mempergunakan sistem jantung, paru-paru dan peredaran darahnya secara efektif dan efisien untuk menjalankan kerja secara terus menerus yang melibatkan kontraksi otot dengan intensitas tinggi dalam waktu yang cukup lama.
Pengukuran Daya Tahan
Daya tahan ternyata jauh lebih kompleks dari kekuatan, bahkan faktor kekuatan itu sendiri ada keterlibatannya dengan daya tahan otot lokal, seperti yang dibutuhkan oleh pendayung jarak pendek atau pemain tennis yang membutuhkan gerakan servis dan smas yang berulang kali selama lima set.
Latihan beban dengan repetition yang banyak akan menambahkan peningkatan daya tahan yang terjadi akibat pertambahan ukuran otot.
Untuk mengukur daya tahan lokal (muscular endurance) dikenal beberapa tes:
Chin up
Tujuannya mengukur daya tahan otot lokal bagian lengan dengan gelang bahu dengan gerakan mengangkat badan ke atas.  Tes ini hanya berlaku bagi anak laki-laki usia 10 tahun sampai mahasiswa.
Fixed arm hang
Tujuannya mengukur daya tahan lengan dan gelang bahu dalam posisi kedua lengan flexi menggantung.
Sit up
Tujuannya mengukur daya tahan otot perut, ini berlaku bagi laki-laki dan perempuan usia 10 tahun sampai tingkat mahasiswa.
Squat jump
Tujuannya mengukur daya tahan lokal otot-otot tungkai.
Push up
Tujuannya mengukur daya tahan lokal lengan-lengan dan gelang bahu.

Pengukuran Kecepatan
Kecepatan gerakan dan kecepatan reaksi pemain sering dianggap sebagai ciri-ciri atlet berprestasi, yang jelas nampak dalam cabang olahraga yang membutuhkan mobilitas gerak yang lebih tinggi.  Seperti kecepatan lari seorang pemain sepak bola mengejar atau menggiring bola, kecepatan pemain softball berlari dari satu base ke base berikutnya.
Kecepatan umumnya diukur dengan lari menempuh jarak pendek.  Jarak yang melebihi 100 yard biasanya tidak dianjurkan karena tercemar oleh faktor daya tahan.  Lari lurus minimal berjarak 30 – 100 yard yang sering digunakan.

Pengukuran Kelentukan
Pengukuran kelentukan berkenaan dengan gerakan flexi dan ekstensi.  Oleh karena itu, kelentukan berpangkal pada luas gerak bagian tubuh di sekitar persendian tertentu.
Beberapa teknik mengukur kelentukan yang tergolong valid:
The modified sit dan reach test
Tujuannya untuk mengukur flexi dari pantat atau pinggul dan punggung juga elastisitas otot hamstring.
Bridge up
Bertujuan mengukur ekstensi spine.
Shoulder elevation
Bertujuan mengukur kemampuan ruang gerak bahu.
Side splits
Bertujuan mengukur ekstensi tungkai bagian bawah ke arah belakang ke samping.
Trunk extension
Bertujuan mengukur kemampuan tubuh berekstensi ke arah belakang. penelitian
pre-eksperimental design dengan desain
penelitian one group pre test dan post test
(Notoatmodjo, 2010). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas V dan kelas VI SDN Plumbon 02 yang berusia 10-12 tahun berjumlah 42 orang. Teknik sampling menggunakan teknik non random (non probability sampling) .

Nama: Mia Kurnia Wati
Nim: E2018039

Pengukuran Kekuatan Otot dengan Manual Muscle Testing (MMT) dan 1 RM
(Repetisi Maksimum)

Hasil gambar untuk sop pemeriksaan mmt

Ada banyak hal yang bisa mempengaruhi kekuatan otot, seperti operasi, cedera, atau penyakit tertentu. Malas berolahraga juga dapat menurunkan kekuatan otot yang dapat membuat Anda rentan mengalami cedera saat beraktifitas. Kekuatan otot adalah kemampuan otot untuk berkontraksi dan menghasilkan gaya. pasien biasanya dianggap membutuhkan penilaian kekuatan otot apabila:
Ø  pasien yang terindikasi telah mengalami stroke
Ø  pasien yang telah mengalami trauma seperti habis kecelakaan
Ø  pasien trauma kapitis atau trauma kepala.

Pengukuran kekuatan otot bisa dilakukan dengan Manual Muscle Testing (MMT) atau dinamometer. MMT dan dinamometer adalah metode yang paling sering digunakan di klinik-klinik fisioterapi untuk mengukur kekuatan otot.
Manual Muscle Testing (MMT) adalah metode pengukuran kekuatan otot paling populer dan banyak dilakukan oleh fisioterapis. Dalam pemeriksaan MMT, fisioterapis akan mendorong tubuh Anda ke arah tertentu dan Anda diminta menahan dorongan tersebut, lalu fisioterapis mencatat score atau nilai kekuatan otot Anda, besarnya tergantung pada seberapa banyak Anda mampu menahan dorongan tadi.

MANUAL MUSCLE TESTING (MMT):
Nilai 0 : Tidak ada kontraksi atau tonus otot sama sekali.
Nilai 1 : Terdapat kontraksi atau tonus otot tetapi tidak ada gerakan sama sekali.
Nilai 2 : Mampu melakukan gerakan namun belum bisa melawan garvitasi.
Nilai 3 : Mampu bergerak dengan lingkup gerak sendi secara penuh dan melawan gravitasi tetapi belum bisa melawan tahanan minimal.
Nilai 4 : Mampu bergerak penuh melawan gravitasi dan dapat melawan tahanan sedang.
Nilai 5 : Mampu melawan gravitasi dan mampu melawan tahanan maksimal.


Cara pemeriksaan kekuatan otot:
1.      Minta klien untuk berdiri, amati struktur rangka dan perhatikan adanya kelainan dan deformitas.
2.      Amati adanya kontraktur dengan meminta klien untuk menggerakkan persendian ekstremitas.
3.      Minta klien merentangkan kedua lengan kedepan, amati adanya tremor, ukuran otot (atropi, hipertropi), serta ukur lingkar ekstremitasnya (perbedaan >1cm dianggap bermakna). Palpasi otot untuk memeriksa apakah ada kelainan otot.
4.      Sternocleidomastoideus: klien menengok ke salah satu sisi dengan melawan tahanan tangan pemeriksa.
5.      Trapezius: letakkan kedua tangan pada bahu klien, minta klien menaikkan bahu melawan tahanan tangan pemeriksa.
6.      Deltoideus: minta klien mengangkat kedua lengan dan melawan dorongan tangan pemeriksa ke arah bawah.
7.      Otot panggul: posisikan klien telentang dengan kedua tungkai ekstensi, letakkan tangan di antara kedua lutut klien, minta klien mengangkat salah satu tungkai, dorong tungkai kebawah.
8.      Abduksi panggul:posisikan klien telentang dengan kedua tungkai ekstensi, letakkan tangan pada permukaan lateral masing-masing lutut klien, minta klien meregangkan kedua tungkai, melawan tahanan pemeriksa.
9.      Adduksi panggul: posisikan klien telentang dengan kedua tungkai ekstensi, letakkan tangan di antara kedua lutut klien, minta klien mengangkat salah satu tungkai, minta klien merapatkan kedua tungkai melawan tahanan pemeriksa. Palpasi otot untuk memeriksa apakah ada kelainan otot, kekuatan otot.
10.  Bisep: minta klien merentangkan kedua lengan dan mencoba memeluknya, pemeriksa menahan lengan agar tetap ekstensi.
11.  Trisep: minta klien menekuk kedua lengan dan mencoba merentangkannya melawan usaha pemeriksa untuk membuat lengan klien tetap fleksi.
12.  Otot pergelanagan tangan dan jari-jari : minta klien merengangkan  kelima jari dan melawan usaha pemeriksa untuk mengumpulkan kelima jari.
13.  Kekuatan genggaman: minta klien menggenggam jari telunjuk dan jari tengah pemeriksa, tarik kedua jari dari genggaman klien.
14.  Hamstring: posisikan klien telentang, kedua lutut ditekuk minta klien meluruskan tungkai melawan tahan pemeriksa.
15.  Kuadrisep: posisikan klien telentang,lutut setengah ekstensi,klien menahan usaha pemeriksa untuk memfleksikan lutut.
16.  Otot mata kaki dan kaki : minta klien melawan usaha pemeriksa untuk mendorsofleksikan kakinya dan kembali melawan usaha pemeriksa untuk memfleksikan kakinya.
17.  Palpasi tulang ekstremitas dan setiap persendian untuk menemukan area yang mengalami edema atau nyeri tekan, tungka, bengkak, krepitasi, dan nodul.


Menghitung Repetisi Maksimum ( 1 RM )
Repetisi Maksimum adalah beban angkatan maksimal yang mampu dieksekusi seseorang dengan sempurna dan tidak mungkin diangkat lagi pada rep ke 2.
Sangat penting sebelum memulai suatu program latihan untuk menentukan angkatan 1RM, karena sebagian besar bahkan semua program latihan menggunakan 1RM sebagai acuan, hal ini didasarkan pada kemampuan orang-orang tidak lah sama.
Selain hal diatas 1RM juga berguna untuk mengetahui progress latihan yang kita lakukan.
Cara menghitung 1 RM:
1.      Ambillah beban secara acak yang sekiranya tidak terlalu ringan dan tidak       terlalu berat.
2.      Coba angkat dengan gerakan tertentu sebanyak mungkin.
3.      Hitung 1 RM dengan rumus
A kg x 100% / B% = 1 RM
4.      Jumlah repetisi yang mampu kita lakukan dimasukkan ke diagram Holten.
Gambar terkait


Contoh perhitungan 1 RM:
Seseorang ingin mengetahui “1RM” biseps brachii. Dia mengambil secara kira-kira beban seberat 7 kilogram. Ternyata ia mampu melakukan gerakan penguatan biseps sebanyak 22 kali.
Ketika angka repetisi tersebut dimasukkan ke diagram Holten, didapati kalau beban 7 kilogram tersebut merupakan 70% atau 0.7 dari repetisi maksimalnya. Dengan kata lain 7 kg adalah 70% dari kemampuan maksimal untuk mengangkat beban.

1RM = 7 x 100 / 70 = 10 kg
Dari penghitungan di atas kita dapati 1RM untuk otot biseps adalah sebesar 10 kg.
Kemudian dicocokkan dengan target yang ingin dicapai, sebagai berikut:

Target Latihan

Misalnya ingin meningkatkan massa otot, 1RM dikali 80% (antara 75-85%), maka beban yang harus dipakai sejumlah 10 kg (1RM) x 80% maka hasilnya adalah 8 kg. Untuk mencapai peningkatan masa otot, maka harus mengulang gerakan latihan biceps sebanyak 12 kali x 3 set dengan masa istirahat antar set selama 5 menit.
Hal yang sama juga berlaku bila target kita untuk peningkatan daya tahan atau kekuatan absolut. Pedoman ini dapat dipakai secara fleksibel. Bahkan ada pula yang mengkombinasikan ketiga metode ini dengan sebutan metode piramid.
Sebelum memulai latihan, jangan lupa pemanasan, peregangan, latihan inti kemudian pendinginan. Bila setelah latihan inti Anda masih merasa memiliki daya tahan, latihan kardio sangat dianjurkan baru kemudian pendinginan.Perhatikan waktu istirahat antar set. Gunakan waktu istirahat antar set untuk peregangan.

Kekuatan otot
1)   Intensitas: 60-70% 1 RM (Sedang), 80-100% (berat)
2)   Repetisi: 1-3 Set 8-12 repetisi (sedang)
3)   Istirahat: 2-3 menit (beban berat)

Power otot
1)   Intensitas: 30-60% upper eks, 0-60 % lower eks
2)   Repetisi: 1-3 Set 3-6 repetisi /latihan
3)   Istirahat: 2-3 menit (beban berat)

Hipertropi otot
1)   Beban: 70-85% 1 RM (Sedang), 70-100% (berat)
2)   Repetisi: 1-3 Set 8-12 repetisi (sedang)
3)   Istirahat: 2-3 menit (beban berat)

Daya tahan otot
1)   Intensitas: >70% 1 RM

  • 2)   Repetisi: 2-4 Set 10-25 repetisi /latihan
3)   Istirahat: 30-60 detik antar set




© Physiotherapy Aiska 18
Maira Gall